Situs Warungboto situs cagar budaya (Pinterest) |
Situs Warungboto, Umbul Warungboto, atau Pesanggrahan Warungboto adalah kompleks situs cagar budaya yang secara administratif meliputi dua wilayah kecamatan berbeda, yaitu Kelurahan Rejowinangun dan Kelurahan Warungboto. Bangunan utama pesanggrahan tersebut yang tersisa saat ini terletak di Jalan Veteran No.77, Kelurahan Warungboto, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sementara itu, bangunan yang tersisa di Kelurahan Rejowinangun adalah benteng pesanggrahan di sebelah timur Sungai Gajah Wong. Situs ini memiliki nama asli Pesanggrahan Rejawinangun, yang berfungsi sebagai sebuah pesanggrahan dan pemandian.
Situs tersebut mulai dibangun oleh Gusti Raden Mas Sundara ketika menjadi putra mahkota Hamengkubuwana I sampai dengan masa pemerintahannya memerintah kesultanan. Beberapa sumber primer seperti Tidjschriff voor Nederlandsch Indie, Serat Rerenggan, dan Babad Momana menyebutkan bahwa pesanggrahan ini mulai dibangun sejak tahun 1711 Jawa atau 1785 Masehi.
Bangunan situs ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu bangunan di sebelah barat dan timur Sungai Gajah Wong. Situs tersebut didirikan di sisi barat dan sisi timur sungai dengan memanfaatkan tangga bertingkat sungai, antara kompleks bangunan yang berada di sisi timur dengan bangunan yang berada di sisi barat sungai memiliki sumbu imajiner yang membujur dari timur ke barat. Selain itu, situs itu juga dilengkapi dengan kolam, taman, dan kebun layaknya sebuah pesanggrahan secara umum. Hal ini dikarenakan fungsinya berkaitan dengan kenyamanan dan ketenangan sultan dan kerabatnya.
Situs ini secara geografis dan ekologis mempunyai tingkat keterancaman yang tinggi, khususnya bencana alam gempa bumi. Sepanjang sejarahnya, ada dua gempa besar yang menyebabkan beberapa bagian bangunan situs ini rusak, yaitu pada 10 Juni 1867 dan 27 Mei 2006. Sebelum selesai direnovasi dan dipugar oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) D.I. Yogyakarta pada 23 Desember 2016, situs itu hanyalah reruntuhan dan puing bangunan yang kurang terawat. Namun, saat ini bangunan tersebut dapat dikunjungi oleh para wisatawan. Situs ini mulai populer ketika Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution melakukan sesi foto pra nikah di tempat ini pada 27 Oktober 2017.
Asal-usul
Sebagaimana dijelaskan oleh Merle Calvin Ricklefs, eksistensi pesanggrahan-pesanggrahan yang ada di Yogyakarta (termasuk Pesanggrahan Warungboto) tidak dapat dipisahkan dari pendirian Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sebagai akibat dari penandatanganan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755 yang dilakukan oleh Nicolaas Hartingh (wakil Vereenigde Oostindische Compagnie) yang didampingi oleh C. Donkel, J.J. Steenmulder, W. Fockens, dan W. van Ossenberch; Raden Mas Suryadi (wakil Kesultanan Mataram).
Kelompok Raden Mas Sujana, wilayah dari Kesultanan Mataram kemudian dibagi menjadi dua bagian, yaitu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (wilayah Mataram asli) yang diperintah oleh Raden Mas Sujana atau Pangeran Mangkubumi (di kemudian hari bergelar Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah) dan Kesunanan Surakarta Hadiningrat (wilayah di sebelah timur Sungai Opak yang saat ini melintasi daerah Prambanan) yang diperintah oleh Raden Mas Suryadi (di kemudian hari bergelar Sri Susuhunan Pakubuwana III).
Berdasarkan penelusuran berbagai literatur yang dilakukan oleh Notosuroto, Hamengkubuwana I diketahui mendirikan keraton dengan berbagai sarana dan prasarana untuk mendukung eksistensi kekuasaan kerajaannya. Terkait kebijakan tersebut, Purwadi menguraikan beberapa pembangunan yang dilakukan atas perintah dari Hamengkubuwana I antara lain cepuri (benteng keliling yang berada di dalam keraton) dan baluwarti (benteng keliling yang berada di luar keraton), pesanggrahan, jagang, dan permukiman bagi para abdi dalem.
Priyono memperjelas bahwa beberapa pesanggrahan di Yogyakarta yang dibangun atas perintah dari Hamengkubuwana I, yaitu Pesanggrahan Ambarketawang, Pesanggrahan Krapyak, dan Pesanggrahan Taman Sari. Lebih lanjut, Priyono mensinyalir alasan dari pembangunan pesanggrahan-pesanggrahan tersebut sebagai salah satu aspek pertahanan karena lokasinya secara tidak langsung akan memberikan pelindungan kepada keraton.
Pembangunan yang dilakukan oleh Hamengkubuwana I itu lantas diteruskan oleh Gusti Raden Mas Sundara (putra kelima Hamengkubuwana I dari permaisuri Gusti Kangjeng Ratu Hageng atau G.K.R. Kadipaten, yang kemudian naik takhta dengan gelar Hamengkubuwana II pada Maret 1792).
Ketika menjadi putra mahkota sampai dengan masa pemerintahannya memerintah kesultanan, dia sudah mulai membangun beberapa pesanggrahan, yaitu Pesanggrahan Cendonosari, Pesanggrahan Kanigoro, Pesanggrahan Kwarasan, Pesanggrahan Madya Ketawang, Pesanggrahan Madyatawang, Pesanggrahan Ngarjokusumo, Pesanggrahan Pelem Sewu, Pesanggrahan Pengawatrejo, Pesanggrahan Purworejo, Pesanggrahan Rejakusuma, Pesanggrahan Samas, Pesanggrahan Sonopakis, Pesanggrahan Sonosewu, Pesanggrahan Tanjungtirto, Pesanggrahan Tlogo Ji, Pesanggrahan Toya Temumpang, Pesanggrahan Warungboto, dan Pesanggrahan Wonocatur (Gua Siluman).
Hal inilah yang menyebabkan dirinya disebut oleh Ricklefs sebagai “raja pembangunan besar” dalam tradisi seorang raja Jawa.
Beberapa sumber primer seperti Tidjschriff voor Nederlandsch Indie yang ditulis oleh J.F. Walrofen van Nes pada 1884, Serat Rerenggan, dan Babad Momana menyebutkan bahwa Pesanggrahan Warungboto mulai dibangun sejak tahun 1711 Jawa atau 1785 Masehi oleh Hamengkubuwana II. Babad Momana menuliskan tahun pembuatan pesanggrahan ini, yaitu 1711 tahun Dal, Kangjeng Gusti awit yasa ing Rejawinangun,sedangkan Serat Rerenggan berbentuk sekar sinom menyebutkan sebagai berikut.
Berdasarkan keterangan dalam serat tersebut, dapat diketahui lebih lanjut mengenai beberapa pesanggrahan yang dibangun oleh Hamengkubuwana II. Pesanggrahan Rejawinangun dan Rejakusuma dibangun ketika Hamengkubuwana II masih menjadi putra mahkota, sedangkan Pesanggrahan Purworejo, Cendonosari, dan Wonocatur dibangun setelah naik takhta sebagai sultan.
Sebagai salah satu lokasi peristirahatan, pesanggrahan tersebut juga pernah dikunjungi oleh Jan Greeve (Dewan Luar Biasa Hindia Belanda, Gubernur dan Direktur di Pantai Timur Utara Jawa Noord-Oost-Kust) pada 5–15 Agustus 1788. Inspeksi yang dilakukannya bersamaan dengan benteng baluwarti keraton. Selain itu, dia juga mengunjungi reruntuhan batu yang berada di gugusan Candi Prambanan.
Selain digunakan sebagai tempat pemandian dan peristirahatan,Tim Peneliti Pusat Studi Kebudayaan Universitas Gadjah Mada mensinyalir bahwa pesanggrahan tersebut juga pernah digunakan untuk latihan perang Langenkusumo (prajurit wanita keraton) pada masa pemerintahan Hamengkubuwana II.
Kerusakan
Menurut sumber-sumber kepustakaan abad 19, kerusakan situs ini dalam skala besar terjadi ketika Inggris melakukan agresi ke Yogyakarta pada 1812. Beberapa pesanggrahan yang ada di Yogyakarta turut menjadi sasaran, termasuk Taman Sari dan Warungboto.
Taman Sari sendiri saat itu dijadikan sebagai gudang persenjataan kesultanan. Setelah mengalami kekalahan telak, pesanggrahan-pesanggrahan tersebut sempat terabaikan. Kondisi kesultanan tidak kondusif untuk melakukan rekreasi. Kondisi ini berlanjut karena pada 1825–1830 terjadi Perang Diponegoro.
Situs ini mengalami kerusakan kembali pada 10 Juni 1867 akibat gempa bumi. Menurut catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta serta Newcomb dan McCann, gempa tersebut telah merusak bangunan vital di Yogyakarta, yaitu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Benteng Vredeburg, Tugu Golong Gilig, Taman Sari, dan Situs Warungboto sendiri. Gempa itu menyebabkan beberapa fondasi bangunan situs tersebut rusak.
Menurut analisis yang dilakukan oleh Rohman, sebagaimana ditunjukkan dalam dokumentasi foto Gondhojoewono, kolam pemandian situs ini tetap digunakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi hingga sekitar tahun 1935, meskipun beberapa bagian telah rusak.
Namun, situs itu seperti terlupakan begitu saja setelah Indonesia merdeka, meskipun fungsi tempat ini sama dengan Taman Sari. Hal ini kemungkinan disebabkan karena lokasinya yang agak jauh dari pusat keraton. Terakhir, gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 memperparah kerusakan sisa-sisa bangunan Warungboto yang masih ada.
Namun, sebagian sisa-sisa bangunan tersebut seperti bangunan pendapa dan kolam bundar secara parsial masih bisa diselamatkan. Hal inilah yang mendorong dilakukannya pemugaran bagian pendapanya pada 2009.
Harga Tiket Masuk Situs Warungboto Jogja
Saat ini, untuk masuk Situs Warungboto tidak dikenakan biaya. Namun, pengunjung hanya dikenakan biaya tiket parkir saja.
Harga Tiket Masuk
Tiket Masuk Gratis
Jam Operasional
Layaknya Tamansari, di sini pun tidak memiliki atap. Hanya berupa bangunan berdinding batu yang tinggi. Oleh karena itu, siang hari begitu panas di sini. Sebaiknya, berkunjunglah saat pagi atau sore hari supaya tidak terbakar teriknya sinar matahari.
Jam Operasional
Setiap hari 08.00-17.00 WIB
Lokasi Situs Warungboto Jogja
Objek wisata ini berada di Jalan Veteran No.77, Warungboto, Kecamatan Umbulharjo, Kota Jogja. Situs ini berada tepat di pinggir jalan raya, sehingga sangat mudah untuk dikunjungi. Pengunjung dapat datang ke sini dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.
Posting Komentar